Manajemen Rantai Suplai adalah koordinasi dari bahan, informasi dan arus keuangan antara perusahaan yang berpartisipasi. Manajemen rantai suplai bisa juga berarti seluruh jenis kegiatan komoditas dasar hingga penjualan produk akhir ke konsumen untuk mendaur ulang produk yang sudah dipakai.
Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan pembuangan.
Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status pesanan, arus ini berjalan dua arah antara konsumen akhir dan penyedia material mentah.
Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal pembayaran dalam penetapan kepemilikandan pengiriman. (Kalakota, 2000, h198)
Menurut Turban, Rainer, Porter (2004, h321), terdapat 3 macam komponen rantai suplai, yaitu:
Rantai Suplai Hulu/Upstream supply chain
Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
Manajemen Internal Suplai Rantai/Internal supply chain management
Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi. Di dalam rantai suplai internal, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
Segmen Rantai Suplai Hilir/Downstream supply chain segment
Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.
Permasalahan Manajemen Suplai Rantai
Manajemen suplai rantai harus memasukan problem dibawah:
Distribusi Konfigurasi Jaringan: Jumlah dan lokasi supplier, fasilitas produksi, pusat distribusi ( distribution centre/D.C.), gudang dan pelanggan.
Strategi Distribusi: Sentralisasi atau desentralisasi, pengapalan langsung, Berlabuh silang, strategi menarik atau mendorong, logistik orang ke tiga.
Informasi: Sistem terintregasi dan proses melalui rantai suplai untuk membagi informasi berharga, termasuk permintaan sinyal, perkiraan, inventaris dan transportasi dsb.
Manajemen Inventaris: Kuantitas dan lokasi dari inventaris termasuk barang mentah, proses kerja, dan barang jadi.
Aliran dana: Mengatur syarat pembayaran dan metodologi untuk menukar dana melewati entitas di dalam rantai suplai.
Eksekusi rantai suplai ialah mengatur dan koordinasi pergerakan material, informasi dan dana di antara rantai suplai tersebut. Alurnya sendiri dua arah.
Aktivitas/Fungsi
Manajemen rantai suplai ialah pendekatan antar-fungsi (cross functional) untuk mengatur pergerakan material mentah kedalam sebuah organisasi dan pergerakan dari barang jadi keluar organisasi menuju konsumen akhir. Sebagaimana korporasi lebih fokus dalam kompetensi inti dan lebih fleksibel, mereka harus mengurangi kepemilikan mereka atas sumber material mentah dan kanal distribusi. Fungsi ini meningkat menjadi kekurangan sumber ke perusahaan lain yang terlibat dalam memuaskan permintaan konsumen, sementara mengurangi kontrol manajemen dari logistik harian. Pengendalian lebih sedikit dan partner rantai suplai menuju ke pembuatan konsep rantai suplai. Tujuan dari manajemen rantai suplai ialah meningkatkan ke[percayaan dan kolaborasi di antara rekanan rantai suplai, dan meningkatkan inventaris dalam kejelasannya dan meningkatkan percepatan inventori.
Secara garis besar, fungsi manajemen ini bisa dibagi tiga, yaitu distribusi, jejaring dan perencaan kapasitas, dan pengembangan rantai suplai.[1]
beberapa model telah diajukan untuk memahami aktivitas yang dibutuhkan untuk mengatur pergerakan material di organisasi dan batasan fungsional. SCOR adalah model manajemen rantai suplai yang dipromosikan oleh Majelis Manajemen Rantai Suplai. Model lain ialah SCM yang diajukan oleh Global Supply Chain Forum (GSCF). Aktivitas suplai rantai bisa dikelompokan ke tingkat strategi, taktis, dan operasional.
Strategis
Optimalisasi jaringan strategis, termasuk jumlah, lokasi, dan ukuran gudang, pusat distribusi dan fasilitas
Rekanan strategis dengan pemasok suplai, distributor, dan pelanggan, membuat jalur komunikasi untuk informasi amat penting dan peningkatan operasional seperti cross docking, pengapalan langsung dan logistik orang ketiga
Rancangan produk yang terkoordinasi, jadi produk yang baru ada bisa diintregasikan secara optimal ke rantai suplai,manajemen muatan
Keputusan dimana membuat dan apa yang dibuat atau beli
Menghubungkan strategi organisasional secara keseluruhan dengan strategi pasokan/suplai
Taktis
Kontrak pengadaan dan keputusan pengeluaran lainnya
Pengambilan Keputusan produksi, termasuk pengontrakan, lokasi, dan kualitas dari inventori
Pengambilan keputusan inventaris, termasuk jumlah, lokasi, penjadwalan, dan definisi proses perencanaan.
Strategi transportasi, termasuk frekuensi, rute, dan pengontrakan
Benchmarking atau pencarian jalan terbaik atas semua operasi melawan kompetitor dan implementasi dari cara terbaik diseluruh perusahaan
Gaji berdasarkan pencapaian
Operasional
Produksi harian dan perencanaan distribusi, termasuk semua hal di rantai suplai
Perencanaan produksi untuk setiap fasilitas manufaktru di rantai suplai (menit ke menit)
Perencanaan permintaan dan prediksi, mengkoordinasikan prediksi permintaan dari semua konsumen dan membagi prediksi dengan semua pemasok
Perencanaan pengadaan, termasuk inventaris yang ada sekarang dan prediksi permintaan, dalam kolaborasi dengan semua pemasok
Operasi inbound, termasuk transportasi dari pemasok dan inventaris yang diterima
Operasi produksi, termasuk konsumsi material dan aliran barang jadi (finished goods)
Operasi outbound, termasuk semua aktivitas pemenuhan dan transportasi ke pelanggan
Pemastian perintah, penghitungan ke semua hal yang berhubungan dengan rantai suplai, termasuk semua pemasok, fasilitas manufaktur, pusat distribusi, dan pelanggan lain
Strukturisasi dan Tiering
Jika dilihat lebih dekat pada apa yang terjadi dalam kenyataannya, istilah rantai suplai mewakili sebuah serial sederhana dari hubungan antara komoditas dasar dan produk akhir. Produk akhir membutuhkan material tambahan kedalam proses manufaktur.
Arus Material dan Informasi
Tujuan dalam rantai suplai ialah memastikan material terus mengalir dari sumber ke konsumen akhir. Bagian-bagian (parts) yang bergerak di dalam rantai suplai haruslah berjalan secepat mungkin. Dan dengan tujuan mencegah terjadinya penumpukan inventori di satu lokal, arus ini haruslah diatur sedemikian rupa agar bagian-bagian tersebut bergerak dalam koordinasi yang teratur. Istilah yang sering digunakan ialah synchronous. (Knill, 1992)
tujuannya selalu berlanjut, arus synchronous. Berlanjut artinya tidak ada interupsi, tidak ada bola yang jatuh, tidak ada akumulasi yang tidak diperlukan. Dan synchronous berarti semuanya berjalan seperti balet. Bagian-bagian dan komponen-komponen dikirim tepat waktu, dalam sekuensi yang seharusnya, sama persis sampai titik yang mereka butuhkan.
Terkadang sangat susah untuk melihat sifat arus "akhir ke akhir" dalam rantai suplai yang ada. Efek negatif dari kesulitan ini termasuk penumpukan inventori dan respon tidak keruan pada permintaan konsumen akhir. Jadi, strategi manajemen membutuhkan peninjauan yang holistik pada hubungan suplai.
Teknologi informasi memungkinkan pembagian cepat dari data permintaan dan penawaran. Dengan membagi informasi di seluruh rantai suplai ke konsumen akhir, kita bisa membuat sebuah rantai permintaan, diarahkan pada penyediaan nilai konsumen yang lebih. Tujuannya ialha mengintegrasikan data permintaan dan suplai jadi gambaran yang akuarasinya sudah meningkatdapat diambil tentang sifat dari proses bisnis, pasar dan konsumen akhir. Integrasi ini sendiri memungkinkan peningkatan keunggulan kompetitif. Jadi dengan adanya integrasi ini dalam rantai suplai akan meningkatkan ketergantungan dan inventori minimum.
Konsep Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management)
Manajemen rantai pasok (supply chain management) merupakan isu yang sedang hangat dibicarakan saat ini. Sebagai dasar untuk memahami mengenai bagaimana manajemen rantai pasok dilakukan, sebelumnya akan dijelaskan definisi manajemen rantai pasok.
Definisi Manajemen Rantai Pasok
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan manajemen rantai pasok (supplychain management), terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai definisi rantai pasok (supply chain). Sampai saat ini belum ada sebuah definisi yang baku untuk menjelaskan pengertian dari rantai pasok. Namun, dalam bukunya Hugos (2003, 2-3) memberikan beberapa definisi rantai pasok, sebagai berikut :
• ”A supply chain is the alignment of firms that bring products or services tomarket” (Lambert, Stock and Ellram di dalam Hugos, 2003, 2).
• “A supply chain consists of all stages involved, directly or indirectly, in fulfilling a customer request. The supply chain not only includes the manufacturer and suppliers, but also transporters, warehouses, retailers, and customers themselves.” (Chopra and Meindl, di dalam Hugos, 2003, 2).
• “A supply chain is a network of facilities and distribution options that performs the functions of procurement of materials, transformation of these materials into intermediate and finished products, and the distribution of these finished products to customers” (Ganeshan and Harrison di dalam Hugos, 2003, 3).
Menurut Chopra and Meindl (2007, 20), rantai pasok memiliki sifat yang dinamis namun melibatkan tiga aliran yang konstan, yaitu aliran informasi, produk dan uang. Disamping itu, Chopra and Meindl juga menjelaskan bahwa tujuan utama dari setiap rantai pasok adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan menghasilkan keuntungan. Sementara itu, Ling Li (2007, 3) memaparkan bahwa rantai pasok lebih menekankan pada semua aktivitas dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang di dalamnya terdapat aliran dan transformasi barang mulai dari bahan baku sampai ke konsumen akhir dan disertai dengan aliran informasi dan uang. Setelah mengetahui beberapa definisi rantai pasok, maka selanjutnya akan dijelaskan definisi dari manajemen rantai pasok (supply chain management) itu sendiri. Seperti rantai pasok yang memiliki beberapa definisi, manajemen rantai pasok juga memiliki beberapa definisi. Berikut ini dua buah definisi manajemen rantai pasok di dalam Hugos (2003, 3-4) :
• “The systematic, strategic coordination of the traditional business function and the tactics across these business functions within a particular company and across businesses within the supply chain, for the purposes of improving the long-term performance of individual companies and the supply chain as a whole” (Mentzer, DeWitt, Deebler, Min, Nix, Smith, and Zakaria di dalam Hugos, 2003, 3).
• “Supply Chain Management is the coordination of production, inventory, location, and transportation among the participants in a supply chain toachieve the best mix of responsiveness and efficiency for the market being served” (Hugos, 2003, 4).
Definisi lain mengenai manajemen rantai pasok diberikan oleh Ling Li (2007, 5) sebagai berikut: merupakan sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasikan pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer dan konsumen secara efisien. Dengan demikian barang dan jasa dapat didistribusikan dalam jumlah, waktu dan lokasi yang tepat untuk meminimumkan biaya demi memenuhi kebutuhan konsumen. Terdapat perbedaan antara konsep manajemen rantai pasok dengan konsep logistik secara tradisional. Logistik umumnya mengacu pada aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam sebuah organisasi, sedangkan rantai pasok mengacu pada jaringan beberapa organisasi yang saling bekerjasama dan berkoordinasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Perbedaan lainnya, logistik lebih fokus pada aktivitas-aktivitas seperti pengadaan, distribusi, pemeliharaan dan manajemen persediaan. Sedangkan fokus manajemen rantai pasok selain yang dilakukan dalam logistik juga beberapa aktifitas lain meliputi pemasaran, pengembangan produk baru, keuangan dan layanan konsumen (Hugos, 2003, 4). Manajemen rantai pasok yang efektif membutuhkan pengembanganpengembangan yang dilakukan secara simultan baik dari sisi tingkat layanan konsumen maupun internal operating efficiencies dari perusahaan-perusahaan dalam sebuah rantai pasok. Beberapa hal yang harus diperhatikan dari tingkat layanan konsumen adalah tingkat pemenuhan pesanan (order fill rates), ketepatan waktu pengiriman (on-time delivery) dan tingkat pengembalian produk oleh konsumen dengan berbagai alasan (rate of products returned by customer for whatever reason). Sementara, dari sisi internal efficiencies, apakah sebuah organisasi dalam sebuah rantai pasok memperoleh hasil yang baik dari investasi atas persediaan dan aset lainnya dan menemukan cara untuk mengurangi pengeluaran operasional dan penjualan. Atau dengan perkataan lain bagaimana mengelola rantai pasok agar dapat responsif sekaligus efisien.
Proses Bisnis dalam Rantai Pasok
Menurut James R. Stock dan Douglas M. Lambert (2001, 68 – 71), pengelolaan rantai pasok yang sukses membutuhkan sistem yang terintegrasi. Masing-masing unit dalam rantai pasok menjadi satu kesatuan, tidak berdiri sendiri-sendiri sebagaimana halnya dengan rantai pasok tradisional. Kegiatan operasi pada rantai pasok membutuhkan aliran informasi yang berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang baik pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhan konsumen. Dalam hal ini konsumen menjadi fokus dalam setiap operasi yang dilakukan. James R. Stock dan Douglas M. Lambert (2001, 68 – 71) juga menyatakan bahwa dalam rantai pasok yang terintegrasi terdapat proses-proses berikut ini :
1. Customer Relationship Management
Merupakan pengelolaan hubungan baik dengan konsumen, dimulai dengan mengidentifikasi siapa konsumen kita, apa kebutuhannya, seperti apa spesifikasi yang dikehendaki oleh konsumen. Dengan demikian, secara periodik dapat dilakukan evaluasi sejauh mana tingkat kepuasan konsumen telah terpenuhi.
2. Customer Services Management
Berfungsi sebagai pusat informasi bagi konsumen, menyediakan informasi yang dibutuhkan secara real time mengenai jadwal pengiriman, ketersediaan produk, keberadaan produk, harga dan lain sebagianya. Termasuk pula di dalamnya pelayanan purna jual yang dapat melayani konsumen secara efisien untuk penggunaan produk dan aplikasi lainnya.
3. Demand Management
Manajemen permintaan (demand management) berfungsi untuk menyeimbangkan kebutuhan konsumen dengan kapasitas perusahaan yang menyediakan produk atau jasa yang dibutuhkan. Didalamnya termasuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan konsumen dan kapan dibutuhkannya. Sistem manajemen permintaan yang baik menggunakan point of sale dan data konsumen untuk mengurangi ketidakpastian serta meningkatkan efisiensi aliran barang dalam rantai pasok. Kebutuhan pemasaran dan rencana produksi harus dikoordinasikan, kebutuhan konsumen dan kapasitas produksi harus diselaraskan agar persediaan secara global dapat dikelola dengan baik.
4. Customer Order Fulfillment
Proses pemenuhan permintaan konsumen tepat waktu, bahkan lebih cepat dari yang disepakati dengan biaya pemenuhan yang seminimal mungkin, memerlukan koordinasi yang baik dari setiap anggota rantai pasok. Tujuan utamanya adalah menciptakan satu proses pemenuhan permintaan dengan lancar mulai dari pemasok bahan baku sampai konsumen akhir.
5. Manufacturing Flow Management
Proses produksi diupayakan sedemikian rupa agar secepat mungkin dapat menyediakan produk yang diperlukan dengan tingkat persediaan yang minimal. Untuk itu diperlukan persiapan yang memadai dan kesesuaian permintaan dengan kapasitas produksi. Termasuk persiapan proses produksi adalah ketersediaan bahan baku yang terjamin sehingga kelancaran proses produksi dapat dipertahankan. Untuk itu perlu dijalin hubungan yang baik dengan pemasokpemasok terkait.
6. Product Development and Commercialization
Dimulai dengan evaluasi kebutuhan konsumen dan keluhan-keluhan yang ada dari produk yang telah ada. Pengembangan produk baru memerlukan kerjasama yang baik dengan para pemasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang diperlukan. Selain itu, perlu dipersiapkan pula teknologi dalam bidang produksi yang dapat menunjang pengembangan produk ini.
7. Returns
Pengelolaan produk kembalian merupakan proses yang penting dan dapat dijadikan sebagai salah satu keunggulan daya saing perusahaan. Kinerja pengelolaan produk kembalian bisa diukur dengan parameter ”Return to Available”, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengganti produk kembalian menjadi produk yang dapat digunakan kembali.
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Pada bagian sebelumnya telah disebutkan dua buah karakteristik yang dapat menggambarkan kinerja rantai pasok adalah responsiveness dan efficiency. Dengan sifatnya yang dinamis, rantai pasok mampu menyesuaikan terhadap perubahan yang terjadi pada pasokan dan permintaan. Untuk mengetahui kinerjanya harus dilakukan pemantauan dan pengendalian pada setiap aktivitas di dalamnya setiap hari. Agar kedua karakteristik tersebut dapat diukur secara obyektif, Hugos (2003, 140-150) membagi keduanya menjadi 4 kategori sebagai berikut :
1. Customer Service Metrics
Metrik ini digunakan untuk mengukur seberapa baik sebuah perusahaan melayani konsumennya dan sejauh mana rantai pasok dapat mendukung hal tersebut. Menurut Waren Hausman seorang profesor dari Stanford University di dalam Hugos (2003, 144), service menggambarkan kemampuan untuk mengantisipasi, membaca dan memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan produk yang dikehendaki dan tepat waktu. Metrik-metrik yang digunakan dalam customer service tergantung pada jenis proses dalam sebuah perusahaan, yaitu apakah termasuk dalam build to stock (BTS) atau build to order (BTO).
a. Build to Stock
Perusahaan yang memiliki proses build to stock (BTS) dalam memenuhi permintaan konsumen biasanya memproduksi barang-barang komoditi untuk pasar yang cukup besar. Dengan tipe proses BTS ini konsumen dapat memperoleh produk yang dibutuhkan kapan saja karena barang selalu tersedia di persediaan. Metrik-metrik yang sering digunakan untuk tipe build to stock adalah :
• Complete Order Fill Rate and Order Line Item Fill Rate
• On-Time Delivery Rate
• Value of Total Backorders and Number of Backorders
• Frequency and Duration of Backorders
• Line Item Returns Rate
b. Build to Order
Produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan tipe proses build to order (BTO) baru akan dibuat bila terdapat permintaan dari konsumen. Permintaan tersebut biasanya dibuat berdasarkan spesifikasi yang dikehendaki oleh konsumen, misalnya permintaan akan pesawat terbang.
Metrik-metrik yang sering digunakan untuk tipe build to order adalah :
• Quoted Customer Response Time and On-Time Completion Rate
• On-Time Delivery Rate
• Value of Late Orders and Number of Late Orders
• Frequency and Duration of Late Orders
• Number of Warranty Return and Repairs
2. Internal efficiency
Internal efficiency mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan yang maksimal dengan menggunakan aset-aset yang dimiliki. Beberapa ukuran yang sering digunakan adalah :
• Inventory value
Inventory merupakan aset utama dalam rantai pasok yang harus diukur setiap waktu sepanjang rantai pasok. Perusahaan bersama dengan rantai pasoknya terus berusaha mencari cara menekan persediaan seminimal mungkin namun tetap menjaga tingkat layanan yang tinggi.
• Inventory turns
Merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat keuntungan dari persediaan dengan memperhitungkan kecepatan terjualnya persediaan dalam kurun waktu tertentu. Inventory turn dihitung berdasarkan rumus :
Turns = Annual Cost of Sales / Annual Average Inventory Value
Secara umum, semakin tinggi nilainya semakin baik internal efficiency dari suatu perusahaan.
• Return on Sales
Ukuran ini digunakan untuk mengukur seberapa baik pengelolaan fixed cost dan variable cost dan bagaimana penjualan menghasilkan laba kotor. Return on sales merupakan satu parameter pengukuran yang digunakan secara luas untuk mengetahui seberapa baik kegiatan operasional perusahaan dijalankan. Untuk mengetahui nilainya digunakan formula :
Return on Sales = Earnings before Interest & Tax / Saving
Interpretasi dari nilai ini adalah, semakin besar maka semakin baik internal efficiency dari suatu perusahaan.
• Cash-to-Cash cycle time
Digunakan untuk mengukur lamanya waktu mulai dari pembayaran material oleh perusahaan kepada pemasok sampai perusahaan menerima pembayaran dari konsumen. Lamanya waktu tersebut dapat diukur dengan rumus berikut ini :
Cash-to-Cash Cycle Time = Inventory Days of Supply + Days Sales
Outstanding – Average Payment Period on Purchases
Semakin pendek waktu yang diperlukan semakin baik internal efficiency dari suatu perusahaan
3. Demand Flexibility
Menggambarkan kemampuan perusahaan dalam merespon permintaan baru dari konsumen baik dari sisi kuantitas maupun jenis produk dan bertindak secara cepat dalam memenuhi permintaan tersebut. Perusahaan atau rantai pasok harus mempunyai kemampuan dalam area ini agar mampu menghadapi kondisi yang tidak pasti pada pasar yang mereka layani. Terdapat beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk melihat seberapa fleksibel suatu perusahaan, yaitu :
• Activity Cycle Time
Merupakan ukuran yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas dalam rantai pasok seperti order fulfillment, product design, product assembly dan aktivitas lain yang mendukung rantai pasok.
• Upside Flexibility
Mengukur seberapa cepat kemampuan perusahaan atau rantai pasok dalam merespon peningkatan permintaan dari jumlah normal. Hal ini dapat diukur dengan menghitung persentase kenaikan permintaan yang dapat diakomodasi.
• Outside Flexibility
Mengukur kemampuan perusahaan dalam menyediakan produk yang dibutuhkan konsumen disamping produk yang sudah ada. Bila outside flexibilty dikelola dengan baik akan menjadi kesempatan baik bagi perusahaan untuk memperoleh konsumen baru dan menjual lebih banyak
pada konsumen yang sudah ada.
4. Product Development
Ukuran ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan atau rantai pasok dalam mendisain, membuat dan mendistribusikan produk baru ke pasar seiring dengan perubahan yang terjadi dalam pasar. Kemampuan ini dapat diukur dengan beberapa parameter berikut ini:
• Percentage of total products sold that were introduced in the last year
• Percentage of total sales from products introduced in the last year
• Cycle time to develop and deliver a new product